Rabu, 22 April 2009

valas dan keadaan jiwa

Tentang jual beli valas dengan tujuan mencari keuntungan atas naik turunnya nilai mata uang dalam apa yang aku baca jelas adalah haram. Menurut fatwa MUI demikian, juga menurut Dr. Setiawan Budi Utomo pakar dalam Piqh kontemporer. Yang saya pahami, sebab keharamannya adalah pada niat, dan adanya laverage, kemudian tidak adanya yadan bi yadin, atau pindah tangan barang secara langsung yang merupakan syarat jual beli dalam Islam. Adapun unsur gamblingnya sebenarnya bisa diabaikan karena naik turun mata uang itu sesungguhnya bisa diprediksi dengan menggunakan teknikal indikator yang presisinya mencapai 70% katanya dan untuk memastikan yang 30%nya bisa menggunakan fundamental analisis, kemudian apabila prediksi dengan dua analisa itu gagal masih bisa dilakukan hadging untuk melindungi uang dari kerugian yang terlalu besar. Hal ini beda dengan judi.

Makanya hati saya terasa berbeda bila saya iseng melakukan transaksi valas, merasa tak tenang dan shalat menjadi hambar. Yang membuat saya masih iseng melakukannya adalah fatwa guru besar ilmu syari’ah IAIN Juhaya S. Praja yang mengatakan bahwa main valas ini halal karena termasuk bentuk jual beli yang tidak ada keputusannya di dalam Islam sehingga masuk kedalam masalah ijtihadiiyah, berdasarkan hitungan maslahat madarat kemudian pak Juhaya menyatakan hal ini sebagai halal. Hati saya memang tetap tak mau mengambil fatwa ini. Saya menilai keharamannya lebih nampak dan lebih berkenan daripada pendapat yang mengatakan halal, apalagi MUI sebagai lembaga tempat ngumpulnya ulama dengan tegas mengatakan haram. Wallahu alam. Suatu kelalaian berakibat buruku pada jiwa, menutupi jiwa dari rahmat dan kenikmatan dalam beribadah.

Guru Sejati

Aku memohon kepada Allah untuk dipertemukan dengan guru sejati yang dengan tulus hati mau membimbing aku untuk berjalan kepada-Nya.

Tetapi apa yang aku inginkan ini hanyalah diberikan kepada orang yang sungguh-sungguh. Orang sering mengatakan ingin ini dan itu, tetapi saat dihadapkan pada rintangan yang menghalanginya dari keinginan itu, ia mundur. Yang seperti ini apakah kita namai “ingin”.

Pertemuan dengan Mursyid yang memiliki akhlaq Nabi dan Ma’rifat kepada Allah adalah nikmat yang sangat besar, pertemuan itu adalah kunci terbukanya hidayah, pertemuan itu adalah seperti pertemuan seorang pengembara yang tersesat dengan seseorang yang mengetahui jalan untuk pulang. Dan hanya dengan ibadah dan do’a kepada Allah kiranya aku bisa mendapatkan karunia ini. Sebab orang yang tidak bersungguh-sungguh beribadah tentu tidak akan mampu melaksanakan tuntunan-tuntunan sang guru. bila tidak akan mampu apa gunanya pertemuan itu terjadi?

Dan sang guru memang tidak akan didatangkan kepada orang yang tidak mampu mengikutinya, bila aku sudah mampu Allah pasti akan mendatangkan guru itu kepadaku.